Apa itu permainan sabung ayam?

Diposting pada

Apa itu permainan sabung ayam? – Adu ayam jago atau biasa di sebut sabung ayam merupakan permainan yang telah di lakukan masyarakat di kepulauan Nusantara sejak dahulu kala.

Permainan ini merupakan perkelahian ayam jago yang memiliki taji dan terkadang taji ayam jago di tambahkan serta terbuat dari logam yang runcing. Permainan sabung ayam sebuah cerita kehidupan baik sosial, budaya, maupun politik.

Apa itu permainan sabung ayam?

Permainan sabung ayam di pulau jawa

Permainan sabung ayam di pulau jawa beraasal dari folklore (cerita rakyat) Cindelaras yang memiliki ayam sakti dan di undang oleh raja Jenggala, Raden Putra untuk mengadu ayam.

Ayam Cindelaras di adu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya di pancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani.

Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu elukan cindelaras dan ayamnya.

Akhirnya raja mengakui kehebatan ayam CIndelaras dan mengetahui bahwa Cindelaras tidak lain adalah putranya sendiri yang lahir dari permaisurinya yang terbuang akibat iri dengki sang selir.

Sabung ayam juga menjadi sebuah peritiwa politik

Sabung ayam juga menjadi sebuah peritiwa politik pada masa lampau. Kisah kematian Prabu anusapati dari singosari yang terbunuh saat menyaksikan sabung ayam.

Kematian Prabu anusapati terjadi pada hari Buddha manis atau Rabu legi ketika ei di kerajaan singosari sedang berlangsung keramaian di istana kerjaan salah satunya adalah pertunjukkan sabung ayam.

Peraturan yang berlaku adalah siapapun yang akan masuk ke dalam arena sabung ayam di larang membawa senjata atau keris. Sebelum Anusapati berangkat ke arena sabung ayam, Ken Dedes ibu anuspasti menasehati anaknya agar jangan melepas keris pusaka yang di pakainya jika ingin menyaksikan sabung ayam yang di selenggarakan di istana, tetapi sesaat sabung ayam belum di lakukan anusapati terpaksa melepaskan kerisnya atas desakan pranajaya dan tohjaya.

Pada saat itu di arena terjadi kekacauan dan akhirnya peristiwa yang di kuatirkan ken Dedes terjadi dimana kekacauan tersebut merengut nyawa anusapati yang tergeletak mati di arena sabung ayam di bunuh adeknya tohjaya tertusuk keris pusakanya sendiri.

Kemudian jenasah anusapati di makamkan di Candi Penataran dan kejadian itu tetap di kenang orang. Anusapati adalah kakak dari Tohjaya dengan ibu Ken Dedes dan bapak tunggul Ametung sedangkan tohjaya adalah anak dari ken arok dengan ken umang itu memmang di riwiyatkan memiliki kesukaan menyabung ayam.

Memang dalam cerita rakyat terutama Ciung Wanara mengisahkan bahwa keberuntungan dan perubahan nasib seseorang di tentukan oleh kalah menangnya ayam di arena sabung ayam, begitu juga anusapati bukan kalah dalam adu ayam tetapi dalam permainan ini ia terbunuh.

Sedangkan di Bali permainan sabung ayam di sebut Tajen. Tajen berasal usul dari tabuh rah, salahs atu yadnya (upacara) dalam masyarakat hindu di Bali.

Tujuannya mulia, yakni mengharmoniskan hubungan manusia dengan bhuana agung. Yadnya ini runtutan dari upacara yang sarananya menggunakan binatang kurban, seperti ayam, babi, itik, kerbau, dan berbagai jenis hewan peliharaan lain. Persembahan tersebut di lakukan dengan cara nyambleh (leher kurban di potong setelah di materai).

Sebelumnya pun di lakukan ngider dan perang sata dengan perlengkapan kemiri, telur dan kelapa. perang sata adalah melambangkan penciptaan, pemeliharaan dan pemusanahan dunia.

Perang sata merupakan simbol perjuangan hidup. Tradisi ini sudah lama ada, bahkan semenjak zaman Majapahit. Saat ini memakai istilah tabuh rah merembet ke Bali yang bermula dari pelarian orang orang majapahit, sekitar tahun 1200.

Serupa dengan berbagai aktivitas lain yang di lakukan masyarakat bali dalam menjalani ritual, khususnya yang berhubungan dengan penguasa jagad, tabuh rah memiliki pedoman yang bersandar pada dasar sastra.

Tabuh rah yang kerap di selenggarakan dalam rangkaian upacara Butha Yad pun banyak di sebut dalam berbagai lontar. Misalnya, dalam lontar Siwa Tattwapurana yang antara lain menyebutkan, dalam tilem kesanga (saat bulan sama sekali tidak tampak pada bulan kesembilan penanggalan Bali),

Bathara Siwa mengadakan yoga, saat itu kewajiban manusia di bumi memberi persembahan, kemudian di adakan pertarungan ayam dan di laksanakan Nyepi sehari. Yang di beri kurban adalah Sang Dasa Kala Bumi, karena jika tidak, celakalah manusia di bumi ini.

Sedangkan dalam lontar Yadnya Prakerti di jelasakan, pada waktu hari raya di adakan pertarungan suci misalnya pada bulan kesanga patutlah pertarungan ayam tiga sehat dengan kelengkapan upakara.

Bukti tabuh rah merupakan rangkaian dalam upacara Bhuta Yadnya di Bali sejak zmana purba juga di dasarkan dari Prasasti Batur abang | tahun 933 saka dan Prasati batuan tahun 944 Saka.

Dalam kebudayaan Bugis sendiri sabung ayam merupakan kebudayaan telah melekat lama. Menurut M Farid W Makkulau. Manu (Bugis) atau Jangang (Makassar) yang berarti ayam, merupakan kata yang sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Bugis Makkasar,

Gilbert Hamomic menyebutkan bahwa kultur bugis kental dengan mitologi ayam. Hingga Raja Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin di gelari Haaantjes van het Oosten yang berarti ayam jantan dari timur.

Dalam kitab La Galigo di ceritakan bahwa tokoh utama dalam epik mitik itu, Sawerigading kesukaanya menyabung ayam. Dahulu, orang tidak di sebut pemberani jika tidak memiliki kebiasaan minum arak (angnginung ballo)

taruhan menyatakan keberanian orang itu, biasanya di bandingkan atau di asosisasikan dengan ayam jantan paling berani di kampungnya seperti buleng – bulengna mangasa, korona mannongkoki, Barumbunna pala lakkang.

Pada tahun 1562 raja gowa x mariogau daeng karaeng lakiung tunipalangga ulaweng 1548 – 1565 mengadakan kunjungan resmi ke kerajaa bone dan disambut sebagai tamu negara kedatangan tamu negara tersebut di meriahkan dengan acara massaung manu oleh raja gowa, daeng bonto mengajak raja bone la tenrirawe bongkange bertaruh dalam sabung ayam tersebut.

taruhan raja gowa 100 katie emas. Sedang raja bone sendiri mempertaruhkan segenap orang panyula (satu kampong) sabung ayam antara dua raja penguasa semenanjung timur dan barat ini bukanlah sabung ayam biasa melainkan pertandingan dan kharisma.

Alhasil, ayam sabungan gowa yang berwarna merah (jangang ejana gowa) mati terbunuh oleh ayam sabungan bone (manu Bakkana bone).

Kematian ayam sabungan raja gowa merupakan fenomena kekalahan kesaktian dan kharisma raja gowa oleh raja bone, sehingga raja gowa daeng bonto merasa terpukul dan malu. Tragedi ini di pandang oleh raja Bone sehingga raja gowa daeng bonta di lain pihak kemenangan manu bakkana bone menempatkan kerajaan bone dalam posisi psikologis yang kuat terhadap kerajaan kerajaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *